Sabtu, 09 Oktober 2010

HKBP VS MUSLIM BEKASI

HKBP Jangan Berulah Lagi!

Kenapa selalu umat Islam yang disudutkan ketika kerukunan umat beragama terganggu. Bukan sesekali umat Islam diprovokasi dengan pemberitaan-pemberitaan yang tak berimbang dan menyesatkan. Islam seolah tidak toleran, identik dengan kekerasan. Stigma itu harus diluruskan.


          Pasca bentrokan Jemaat HKBP dengan warga Muslim di Ciketing, Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) mengeluarkan pernyataan provokatif. Dalam press releasenya, PGI menyebut kata ”pembantaian” warga HKBP Pondok Timur Bekasi. Pertanyaannya, kenapa menggunakan kata membantai? PGI sepetinya ingin mempolitisir, lalu ujug-ujug melontar gagasan pencabutan Peraturan Bersama Menteri (PBM) No. 8 tahun 2006.
          Bukan hanya PGI, media massa seperti Harian Kompas juga memberitakan: ”Aksi-aksi sepihak menutup rumah ibadah itu memiliki modus mirip dengan pengerahan massa oleh gerakan Komunis sebelum pemberontakan PKI tahun 1965.” Kenapa begitu keji, melontarkan tuduhan umat Islam seperti PKI?
Saat menggelar aksi di depan Istana, Jakarta, Forum Solidaritas Kebebasan Beragama (didukung oleh PGI, KWI, gabungan gereja kristen, JIL dan sejumlah elemen pengusung sepilis) dengan gegabah menyatakan, negara ini sedang berada dalam genggaman sekelompok masyarakat yang mengedepankan kekerasan dalam memaksakan kehendaknya. Mereka menuduh pemerintah dan aparat keamanan tidak proporsional dalam menyikapi berbagai peristiwa dan masalah yang terjadi. Sebelumnya, mereka juga mengelar aksi solidaritas di Bunderan HI, pada malam harinya.
Setara Institut, sebuah lembaga yang bergerak dalam isu kebebasan beragama dan berkeyakinan menyebutkan: memasuki tahun 2010, eskalasi kekerasan berbasis agama dalam bentuk penyerangan terhadap rumah ibadah, khususnya jemaat Kristiani terus meningkat jika dibandingkan tahun sebelumnya. Tahun 2010, sejak Januari-Juli, tercatat 28 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan. Pelanggaran-pelanggaran itu, mulai dari penolakan pendirian rumah ibadah/gereja, penyegelan, pembakaran dan penghentian paksa kegiatan ibadah.
Kondisi itulah yang mendorong Delegasi Komisi Internasional Amerika Serikat untuk Kebebasan Beragama (US Commission for International Religious Freedom) mengunjungi Indonesia untuk mencermati kebebasan bergama. Delegasi yang dipimpin oleh Leonard Leo tersebut juga sempat mengunjungi Bekasi. Hasil dari pengamatannya itu akan disampaikan kepada Presiden AS Barack Obama.
          Pihak HKBP dan para pengusung sepilis (sekulerisme, pluralisme dan liberalisme), bahkan menuding Peraturan Bersama Menteri Agama dan Mendagri Nomor 8 dan 9 tahun 2006 telah memasung kebebasan pendirian rumah ibadah itu sendiri. Terlebih, seperti tercantum dalam pasal 14 (2) butir (b), syarat pendirian rumah ibadah harus mendapat dukungan 60 orang di sekitar pendirian rumah ibadah.
Ada upaya menggiring opini, seolah umat Islam tak lebih muara konflik. Itulah sebabnya, Forum Umat Islam (FUI) akan terus melakukan perlawanan segala bentuk serangan opini, politik, maupun fisik kepada umat Islam atas nama kebebasan beragama. ”Opini tersebut  berlebihan, tidak seimbang, dan terlalu berpihak pada HKBP. Karena itu, kami menyerukan kepada seluruh pimpinan, aktivis ormas Islam, para ulama serta pimpinan umat agar meningkatkan ukhuwah Islamiyah dan tidak mudah terprovokasi oleh berita-berita yang menyudutkan umat Islam, ” ujar Sekjen FUI KH. Muhammad Al Khaththath.

Provokator Sesungguhnya
Tahukah siapa sesungguhnya yang memprovokasi umat Islam selama ini, khususnya di Bekasi? Setidaknya ada beberapa peristiwa di Bekasi yang jelas-jelas mengganggu kerukunan umat beragama. Ingat, kasus ”Bekasi Berbagai Bahagia” Novemver 2008 lalu. Penyelenggaranya, Yayasan Mahanaim (yayasan kaum Nasrani). Tak sedikit umat Islam yang meliputi kaum ibu, nenek-nenek dan anak-anak dibaptis oleh misionaris-misionaris mereka. Yayasan ini rupanya melakukan Kristenisasi dengan berkedok kegiatan sosial.
Juga ingat kasus penodaan agama yang dilakukan Abraham Felix yang menghina Islam dengan menginjak Al Qur’an di SMA 5 Bekasi. Tak lama berselang, pelecehan Islam kembali dilakukan. Kali ini ditampilkan dalam sebuah situs blog Santo Bellarminus Bekasi bertajuk ”Gerakan Menghabisi Islam”. Di blog itu pula terdapat gambar Al Qur’an yang diletakkan di dalam tempat pembuatan kotoran manusia.
Dalam kesempatan lain, warga Kristiniani bernama Wong Christoper sengaja memprovokasi umat Islam dengan membuat formasi Pedang dan Salib di pelataran Masjid Agung Bekasi dalam Pawai Hari Pendidikan Nasional. Masih banyak, pola-pola provokasi lainnya, termasuk baptis massal kepada keluarga miskin di Perumahan Kemang Pratama Regency, Bekasi. Tepatnya Juni lalu.
Terakhir di Ciketing, jemaat HKBP secara demonstratif setiap Ahad pagi, kerang melakuka konvoi ritual dengan berjalan kaki, seraya menyanyikan lagu-lagu gereja, tanpa mempedulikan perasaan dan kehormatan warga Muslim di perkampungan yang sebagian besar warganya adalah Muslim.
          Berkomentarkah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ketika Islam dilecehkan untuk kesekian kalinya di Bekasi? Sebagai catatan, Abraham Felix yang nyata-nyata menginjak Al Qur’an hanya divonis satu tauhun penjara oleh Pengadilan Negeri Bekasi.
          Jika dikatakan umat Islam dituding suka melakukan kekerasan, lantas bagaimana dengan HKBP yang berkali-kali melakukan pelanggaran. Forum Umat Islam Bekasi (FUIB) mencatat lima pelanggaran dilakukan jemaat HKBP, yakni: melanggar Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 dan 8 Tahun 2006, melanggar Peraturan Daerah Kota Bekasi No. 61 Tahun 1999 tentang retrebusi izin mendirikan bangunan.
HKBP bahkan terbukti telah memanipulasi data berupa Kartu Tanda Penduduk (KTP) warga Ciketing. HKBP juga tak mengindahkan larangan Pemerintah Daerah tentang penggunaan rumah tinggal untuk kegiatan ibadah. Meski rumah itu sudah disegel oleh Pemda, jemaat HKBP tetap ngotot memasuki rumah tersebut.
          Kendati sudah Pemkot sudah memberi tempat, yakni Gedung eks OPP di Jl. Chairil Anwar, Kelurahan Margahayu Kecamatan Bekasi Timur, jemaat HKBP tetap saja HKBP keras kepala untuk melakukan kegiatan peribadatan di Ciketing. Dengan arogansinya, HKBP kembali mengajukan izin kebaktian di Kampung tersebuti. Untungnya polisi hanya akan mematuhi keputusan yang telah ditetapkan Walikota Bekasi, Mochtar Mohammad. Jika jemaat HKBP tetap melakukan kegiatan peribadatan di Ciketing, polisi akan mengevakuasi mereka secara paksa.
Ditolaknya tawaran Pemkot Bekasi yang menyediakan tempat alternatif bagi jemaat HKBP Ciketing, Bekasi, untuk beribadah disesalkan Presiden World Conference on Relegion for Peace (WCRP) KH Hasyim Muzadi. "Kalau Pemkot Bekasi telah memberikan alternatif tempat, seharusnya HKBP menerima," kata mantan Ketua Umum PB NU itu di Jakarta, Selasa (21/9).
Menurut Hasyim, dengan memberikan tempat alternatif, itu berarti negara melalui pemerintah kota telah melakukan kewajibannya memberikan kebebasan kebaktian. "Apabila HKBP menolak, akan merugikan HKBP sendiri. Bahkan kerugian tersebut dapat menimpa umumnya warga Kristiani," imbuhnya.
Sejak awal, Hasyim meminta agar dibedakan antara kebebasan melakukan kebaktian dengan syarat administrasi pendirian tempat ibadah. Jika 'ketegangan' terkait HKBP tidak segera diakhiri, lanjutnya, maka masalah ini akan dipakai 'berselancar' pihak-pihak yang tidak membedakan antara kebebasan agama dengan pengaturan tempat ibadah, tidak mau membedakan antara penyelewengan, perusakan, dan penodaan agama dengan kebebasan beragama, serta tidak bisa membedakan kebebasan agama dengan sinkretisme bahkan atheisme. "Bahkan oleh kelompok ini kebebasan beragama diartikan sebagai kebebasan membuat agama-agama baru," kata kiai.
Forum Umat Islam (FUI) dalam jumpa pers di Jakarta, menolak pencabutan PBM N0.8 Tahun 2006 dan meminta kepada elit politik untuk menghentikan politisasi kasus Ciketing Bekasi dengan isu kebebasan beragama. FUI mengecam arogansi HKBP Bekasi yang telah melanggar PBM maupun kebijakan Pemkot Bekasi.

Selasa, 28 September 2010

Sofyan Tsauri, Mujahid atau Intel Polisi?

    Mempertanyakan Peran Sofyan Tsauri




    Akhirnya, Sofyan Tsauri yang ditunggu-tunggu, hadir juga sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat. Benarkah ia susupun intelijen?




    Dalam jumpa pers yang digelar Front Pembela Islam (FPI) sebelumnya di markaz FPI di Jalan Petamburan III Jakarta, Sofyan Tsauri dinilai sebagai intel polisi yang disusupkan ke pergerakan Islam. Kalangan aktivis Islam menduga, Sofyan Tsauri disusupkan untuk menyudutkan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang saat ini sedang berada dalam tahanan polisi.

    Keterlibatan Sofyan Tsauri bermula, saat zionis Israel melakukan agresi terhadap Gaza, dunia Islam memberikan rekasi yang keras atas agresi tersebut. FPI sebagai ormas Islam kemudian membuka posko-posko untuk pendaftaran mujahidin guna dikirim ke Gaza. Pada Januari 2009, FPI Aceh menjadi pelaksana dari program rekrutmen mujahidin tersebut. Secara resmi, DPD FPI Aceh membuka posko pendaftaran pada tanggal 10 Januari 2009, bertempat di Musholla Nurul Muttaqin, desa Bathoh Banda Aceh dan Pondok Pesantren Daarul Mujahidin Lhokseumawe.

    Dari hasil pendaftaran tersebut, berhasil menjaring 125 mujahidin untuk dilatih. Jika memenuhi kriteria dan kemampuan, akan diberangkatkan ke Gaza. Pelatihan yang berlangsung terbukan ini dilaksanakan pada tanggal 23-27 Januari 2009 di Pesantren Daarul Mujahidin Lhoksemawe.

    Adapun instruktur dalam pelatihan tersebut adalah seorang yang menawarkan diri untuk menjadi pelatih, yaitu Sofyan Tsauri, desertir polisi yang pernah bertugas di Polda Jawa Barat. Para peserta pelatihan di Aceh yang berjumlah kurang lebih 15 orang ini  datang ke Jakarta untuk persiapan berangkat ke Gaza. Tanggal 15 Februari 2009, sebagian peserta pelatihan di Aceh yang tengah berada di Jakarta, tanpa diketahui pimpinan rombongan pergi ke Depok menemui mantan pelatih mereka, yaitu Sofyan Tsauri.

    Pada 21 Februari 2009, persiapan untuk keberangkatan ke Gaza ternyata ditunda karena berbagai alasan, salahsatunya serangan Isarel atas Gaza telah berhenti. Para mujahidin diminta untuk pulang terlebih dahulu ke Aceh, menunggu instruksi dan perkembangan situasi di Gaza lebih lanjut.

    Dari 15 orang mujahidin yang datang ke Jakarta, 5 orang pulang ke Aceh dan 10 orang secara diam-diam, tanpa pemberitahuan ke DPP FPI, menuju Depok, kediaman Sofyan Tsauri. Sepuluh orang tersebut tinggal selama lebih kurang satu bulan dengan biaya yang sepenuhnya ditanggung oleh Sofyan Tsauri, termasuk uang saku dan biaya makan serta kebutuhan lainnya.

    Akhir Februari hingga akhir Maret 2009, 10 orang yang berasal dari Aceh dilatih dan didoktrin oleh Sofyan Tsauri. Salah satu bentuk indoktrinisasi tersebut adalah membolehkan cara-cara perampokan untuk membiayai jihad (fa’i), menyebarkan kebencian dan permusuhan semata-mata atas dasar orang asing.

    Adapu  pelatihan yang diberikan adalah melakukan pelatihan menembak dengan menggunakan peluru tajam (peluru asli) di dalam markas Komando Brimob Kelapa Dua. Masing-masing peserta pelatihan diberikan sekitar 30-40 peluru tajam untuk latihan menembak tersebut. Peserta juga diberikan uang saku per minggu selama proses pelatihan berlangsung.

    Dari informasi yang didapatkan, Sofyan Tsauri secara sengaja meletakkan surat pemecatan dari kepolisian di depan peserta yang ikut berlatih untuk dibaca bersama. Sofyan dipecat karena terlibat dalam kegiatan jihad, melakukan poligami dan jarang masuk kerja. Enam orang dari 10 orang yang mengikuti pelatihan di Depok, kemudian ikut pelatihan militer di Jantho Aceh Besar. Pelatihan kali ini difasilitasi Sofyan Tsauri. Pada Februari 2010, pelatihan militer di Jantho Aceh Besar disergap oleh aparat keamanan.

    Pihak polisi kemudian menganalisa, pelatihan militer di Jantho tersebut dihubungkan dengan penggerebekan kelompok Dul Matin di Pamulang, dan diekspos media massa sebagai pelatihan untuk persiapan kegiatan terorisme. Advokasi FPI Munarman yakin, ada rekayasa teroris yang dimainkan desertir Brimob Sofyan Tsauri.

    Mabes Polri pun membantah bila Sofyan Tsauri adalah anggota intel yang sengaja disusupkan ke jaringan teroris. Namun diyakini praktik menyusupkan intel tersebut banyak dilakukan oleh kepolisian. Infiltrasi yang dilakukan intel kepada kelompok gerakan Islam, memang sebuah strategi yang dilakukan untuk melumpuhkan jaringan teroris sebelum mereka melakukan aksinya..”Penyusupan atau infiltrasi masih banyak dilakukan oleh kepolisian sampai saat ini,” ujar pengamat teroris Mardigu Wowiek Prasetyo.

              Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Edward Aritonang di Mabes Polri, membenarkan keterlibatan dua personil polisi dan satu mantan personel polisi dalam jaringan teroris yang melakukan pelatihan militer di Aceh. Tiga orang itu adalah Sofyan Tsauri (eks anggota Sabhara Polda Metro Jaya), Brigadir Satu Tatang Mulyadi, dan Brigadir Satu Abdi Tunggal dari Satuan Logistik Bagian Gudang Senjata.

              Kata Edward, Sofyan sebelumnya sudah dipecat. Sofyan pernah dikirim bertugas di Aceh. Di sana, Sofyan yang beristrikan orang Aceh itu kembali ke Jakarta, namun kemudian tidak masuk kerja hingga dipecat.        Sofyan yang suka berdakwah itu mengumpulkan orang-orang yang memiliki latar belakang militer. Sofyan pernah bertemu dengan Oman Abdurrahman yang terlibat kasus bom Cimanggis. Setelah ke Aceh ia bertemu dengan Yusuf dari FPI Aceh. Selanjutnya, Sofyan merekrut orang-orang yang akan diberangkatkan ke Gaza Palestina 2009. Untuk menyuplai senjata bagi kelompok teroris di Aceh, Sofyan kemudian menghubungi dua petugas logistik Polri yakni Tatang Mulyadi dan Abdi Tunggal.

    “Sofyan berhasil mempengaruhi dua anggota kami yang bertugas sebagai bibtara urusan logistik, khususnya menyangkut senjata yang akan dihapus dan disana Sofyan berhasil mendapatkan senjata dan amunisi yang diserahkan ke kelompok pelatihan di Aceh,“ kata Edward.


    Sofyan Membantah

    Benarkah Sofyan Tsauri titipan polisi yang disusupkan? Inilah pengakuan Sofyan Tsauri, mantan anggota Samapta Polres Depok yang disersi dan kemudian dituduh menyusup ke tubuh Tandzim Al Qaeda Serambi Mekkah. Kepada wartawan, Sofyan Tsauri memberikan pengakuannya secara langsung di PN Depok, Jawa Barat (23/9). ”Saya bukan penyusup atau intel polisi. Saya ini adalah  buah dari dakwah tauhid. Kalau saya susupan, saya tempatnya bukan di dalam sel. Saya sangat  menyayangkan kalau ada yang bilang saya intel penyusup.,” kata Sofyan.

    Sofyan mengatakan, ia ditangkap bersama istrinya. Saat penangkapan, suasananya sangat dramatis, ada  tembakan di jalan. ”Saya sudah memberikan mereka 28 senjata api dan  puluhan ribu peluru. Justru saya dikhianati oleh  mereka. Saya menjadi kambing hitam atas kegagalan  jihad di Aceh.”

    Menurut Sofyan, jihad Aceh sudah direncanakan. Boleh jadi, karena minim  pengetahuan dirinya. ”Bisa di cross check ke Polres Depok siapa saya. Awalnya saya ingin menegakkan syariat Islam untuk  membawa Indonesia ke jalan yang lebih baik. Karena  hanya dengan syariat Islam di Indonesia akan menjadi lebih baik. Tokoh mujahid yang saya suka adalah sosok Dulmatin. Saya memang sengaja mencari tahu keberadaan dia  untuk bergabung. Karena Allah, saya akhirnya bertemu Dulmatin. Kemudian saya dan beliau ketemu di  Aceh, lalu mengadakan program latihan di Aceh.

              Sofyan mengaku bertemu Dulmatin di Aceh akhir 2008 dan awal 2009.  Kala itu ia sudah desersi. Ia sendiri sudah mengatakan pada  Dulmatin, kalau dirinya desertir polisi karena bulan Juni 2009 dipecat. ”Banyak rumor beredar, saya dipecat karena sakit hati, lalu cari jalan lain. Itu salah. Sebelum jadi  polisi saya sudah aktif berdakwah. Kemudian karena  tuntutan, dan panggilan dakwah tauhid, saya memilih  jalan untuk berjihad. Saya tidak merasa dikhiananti korps yang thogut  (kepolisian). Saya sudah keluar dari polisi, baru saya  jadi teroris. Apa yang dilakukan ini bukan tindakan teror. Ini adalah ibadah, ini perintah Allah yang  wajib.”

    Menurut pengakuan Sofyan, ia bersama Dulmatin tinggal selama sebulan di Aceh. Kemudian berkeliling ke  semua wilayah Aceh untuk mengumpulkan  faksi-faksi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) disana untuk  jihad. Kita cari orang GAM yang mau bertempur kembali. Ternyata, banyak yang bergabung. Ada yang berasal dari pesantren, mantan-mantan GAM, juga ada dan banyak dari beberapa  elemen.

              Mengenai Medan, Sumatera Utara. Menurutnya, mereka itu adalah ikhwan-ikhwan lulusan camp Tandzim Al Qaeda Serambi Mekkah. Aksi di Medan itu adalah bagian dari ikhwan-ikhwan kita yang lulusan latihan perjuangan (camp pelatihan kemiliteran teroris) di Aceh. “Saya pernah melatih sampai 100 orang awal 2009 dan kesempatan lain pernah melatih sampai 67 orang. Ini cukup banyak. Orangnya berbeda-beda.”

    Dikatakan Sofyan, kalau yang 16 (tersangka teroris Medan) sudah ditangkap, itu mungkin bagian kecil saja. karena belum tertangkap semua. Dan bisa jadi lebih banyak lagi karena ini program lintas tandzim. Berbagai kelompok-kelompok jihad yang akhirnya membentuk Al Qaeda untuk wilayah Indonesia. ”Saya tidak tahu siapa yang (jadi) pemimpin saat ini. Karena saya sudah di dalam sel tahanan. Kata Polisi yang memegang peranan Abu Tholut. Tapi kita kan enggak tahu juga, Kalau terakhir ada pengerebekan, ada Abu Tholut.

              Sofyan Tsauri tidak tahu apakah Abu Bakar Basyir (ABB) terlibat program ini. Tetapi menurut teman-teman yang lain, dia (Baasyir) ikut menyumbangkan dana. ”Saya tidak tahu, karena saya tidak pernah berhubungan dengan Ustadz Abu Bakar Baasyir. Ustad Baasyir juga tidak kenal saya.”

    Kita tunggu saja, kesaksian di persidangan, apakah betul Sofyan Tsauri itu intel polisi yang disusupkan atau bukan.■