Mempertanyakan Peran Sofyan Tsauri
Akhirnya, Sofyan Tsauri yang ditunggu-tunggu, hadir juga sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat. Benarkah ia susupun intelijen?
Akhirnya, Sofyan Tsauri yang ditunggu-tunggu, hadir juga sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri Depok, Jawa Barat. Benarkah ia susupun intelijen?
Dalam jumpa pers yang digelar Front Pembela Islam (FPI) sebelumnya di markaz FPI di Jalan Petamburan III Jakarta, Sofyan Tsauri dinilai sebagai intel polisi yang disusupkan ke pergerakan Islam. Kalangan aktivis Islam menduga, Sofyan Tsauri disusupkan untuk menyudutkan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang saat ini sedang berada dalam tahanan polisi.
Keterlibatan Sofyan Tsauri bermula, saat zionis Israel melakukan agresi terhadap Gaza, dunia Islam memberikan rekasi yang keras atas agresi tersebut. FPI sebagai ormas Islam kemudian membuka posko-posko untuk pendaftaran mujahidin guna dikirim ke Gaza. Pada Januari 2009, FPI Aceh menjadi pelaksana dari program rekrutmen mujahidin tersebut. Secara resmi, DPD FPI Aceh membuka posko pendaftaran pada tanggal 10 Januari 2009, bertempat di Musholla Nurul Muttaqin, desa Bathoh Banda Aceh dan Pondok Pesantren Daarul Mujahidin Lhokseumawe.
Dari hasil pendaftaran tersebut, berhasil menjaring 125 mujahidin untuk dilatih. Jika memenuhi kriteria dan kemampuan, akan diberangkatkan ke Gaza. Pelatihan yang berlangsung terbukan ini dilaksanakan pada tanggal 23-27 Januari 2009 di Pesantren Daarul Mujahidin Lhoksemawe.
Adapun instruktur dalam pelatihan tersebut adalah seorang yang menawarkan diri untuk menjadi pelatih, yaitu Sofyan Tsauri, desertir polisi yang pernah bertugas di Polda Jawa Barat. Para peserta pelatihan di Aceh yang berjumlah kurang lebih 15 orang ini datang ke Jakarta untuk persiapan berangkat ke Gaza. Tanggal 15 Februari 2009, sebagian peserta pelatihan di Aceh yang tengah berada di Jakarta, tanpa diketahui pimpinan rombongan pergi ke Depok menemui mantan pelatih mereka, yaitu Sofyan Tsauri.
Pada 21 Februari 2009, persiapan untuk keberangkatan ke Gaza ternyata ditunda karena berbagai alasan, salahsatunya serangan Isarel atas Gaza telah berhenti. Para mujahidin diminta untuk pulang terlebih dahulu ke Aceh, menunggu instruksi dan perkembangan situasi di Gaza lebih lanjut.
Dari 15 orang mujahidin yang datang ke Jakarta, 5 orang pulang ke Aceh dan 10 orang secara diam-diam, tanpa pemberitahuan ke DPP FPI, menuju Depok, kediaman Sofyan Tsauri. Sepuluh orang tersebut tinggal selama lebih kurang satu bulan dengan biaya yang sepenuhnya ditanggung oleh Sofyan Tsauri, termasuk uang saku dan biaya makan serta kebutuhan lainnya.
Akhir Februari hingga akhir Maret 2009, 10 orang yang berasal dari Aceh dilatih dan didoktrin oleh Sofyan Tsauri. Salah satu bentuk indoktrinisasi tersebut adalah membolehkan cara-cara perampokan untuk membiayai jihad (fa’i), menyebarkan kebencian dan permusuhan semata-mata atas dasar orang asing.
Adapu pelatihan yang diberikan adalah melakukan pelatihan menembak dengan menggunakan peluru tajam (peluru asli) di dalam markas Komando Brimob Kelapa Dua. Masing-masing peserta pelatihan diberikan sekitar 30-40 peluru tajam untuk latihan menembak tersebut. Peserta juga diberikan uang saku per minggu selama proses pelatihan berlangsung.
Dari informasi yang didapatkan, Sofyan Tsauri secara sengaja meletakkan surat pemecatan dari kepolisian di depan peserta yang ikut berlatih untuk dibaca bersama. Sofyan dipecat karena terlibat dalam kegiatan jihad, melakukan poligami dan jarang masuk kerja. Enam orang dari 10 orang yang mengikuti pelatihan di Depok, kemudian ikut pelatihan militer di Jantho Aceh Besar. Pelatihan kali ini difasilitasi Sofyan Tsauri. Pada Februari 2010, pelatihan militer di Jantho Aceh Besar disergap oleh aparat keamanan.
Pihak polisi kemudian menganalisa, pelatihan militer di Jantho tersebut dihubungkan dengan penggerebekan kelompok Dul Matin di Pamulang, dan diekspos media massa sebagai pelatihan untuk persiapan kegiatan terorisme. Advokasi FPI Munarman yakin, ada rekayasa teroris yang dimainkan desertir Brimob Sofyan Tsauri.
Mabes Polri pun membantah bila Sofyan Tsauri adalah anggota intel yang sengaja disusupkan ke jaringan teroris. Namun diyakini praktik menyusupkan intel tersebut banyak dilakukan oleh kepolisian. Infiltrasi yang dilakukan intel kepada kelompok gerakan Islam, memang sebuah strategi yang dilakukan untuk melumpuhkan jaringan teroris sebelum mereka melakukan aksinya..”Penyusupan atau infiltrasi masih banyak dilakukan oleh kepolisian sampai saat ini,” ujar pengamat teroris Mardigu Wowiek Prasetyo.
Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Edward Aritonang di Mabes Polri, membenarkan keterlibatan dua personil polisi dan satu mantan personel polisi dalam jaringan teroris yang melakukan pelatihan militer di Aceh. Tiga orang itu adalah Sofyan Tsauri (eks anggota Sabhara Polda Metro Jaya), Brigadir Satu Tatang Mulyadi, dan Brigadir Satu Abdi Tunggal dari Satuan Logistik Bagian Gudang Senjata.
Kata Edward, Sofyan sebelumnya sudah dipecat. Sofyan pernah dikirim bertugas di Aceh. Di sana, Sofyan yang beristrikan orang Aceh itu kembali ke Jakarta, namun kemudian tidak masuk kerja hingga dipecat. Sofyan yang suka berdakwah itu mengumpulkan orang-orang yang memiliki latar belakang militer. Sofyan pernah bertemu dengan Oman Abdurrahman yang terlibat kasus bom Cimanggis. Setelah ke Aceh ia bertemu dengan Yusuf dari FPI Aceh. Selanjutnya, Sofyan merekrut orang-orang yang akan diberangkatkan ke Gaza Palestina 2009. Untuk menyuplai senjata bagi kelompok teroris di Aceh, Sofyan kemudian menghubungi dua petugas logistik Polri yakni Tatang Mulyadi dan Abdi Tunggal.
“Sofyan berhasil mempengaruhi dua anggota kami yang bertugas sebagai bibtara urusan logistik, khususnya menyangkut senjata yang akan dihapus dan disana Sofyan berhasil mendapatkan senjata dan amunisi yang diserahkan ke kelompok pelatihan di Aceh,“ kata Edward.
Sofyan Membantah
Benarkah Sofyan Tsauri titipan polisi yang disusupkan? Inilah pengakuan Sofyan Tsauri, mantan anggota Samapta Polres Depok yang disersi dan kemudian dituduh menyusup ke tubuh Tandzim Al Qaeda Serambi Mekkah. Kepada wartawan, Sofyan Tsauri memberikan pengakuannya secara langsung di PN Depok, Jawa Barat (23/9). ”Saya bukan penyusup atau intel polisi. Saya ini adalah buah dari dakwah tauhid. Kalau saya susupan, saya tempatnya bukan di dalam sel. Saya sangat menyayangkan kalau ada yang bilang saya intel penyusup.,” kata Sofyan.
Sofyan mengatakan, ia ditangkap bersama istrinya. Saat penangkapan, suasananya sangat dramatis, ada tembakan di jalan. ”Saya sudah memberikan mereka 28 senjata api dan puluhan ribu peluru. Justru saya dikhianati oleh mereka. Saya menjadi kambing hitam atas kegagalan jihad di Aceh.”
Menurut Sofyan, jihad Aceh sudah direncanakan. Boleh jadi, karena minim pengetahuan dirinya. ”Bisa di cross check ke Polres Depok siapa saya. Awalnya saya ingin menegakkan syariat Islam untuk membawa Indonesia ke jalan yang lebih baik. Karena hanya dengan syariat Islam di Indonesia akan menjadi lebih baik. Tokoh mujahid yang saya suka adalah sosok Dulmatin. Saya memang sengaja mencari tahu keberadaan dia untuk bergabung. Karena Allah, saya akhirnya bertemu Dulmatin. Kemudian saya dan beliau ketemu di Aceh, lalu mengadakan program latihan di Aceh.
Sofyan mengaku bertemu Dulmatin di Aceh akhir 2008 dan awal 2009. Kala itu ia sudah desersi. Ia sendiri sudah mengatakan pada Dulmatin, kalau dirinya desertir polisi karena bulan Juni 2009 dipecat. ”Banyak rumor beredar, saya dipecat karena sakit hati, lalu cari jalan lain. Itu salah. Sebelum jadi polisi saya sudah aktif berdakwah. Kemudian karena tuntutan, dan panggilan dakwah tauhid, saya memilih jalan untuk berjihad. Saya tidak merasa dikhiananti korps yang thogut (kepolisian). Saya sudah keluar dari polisi, baru saya jadi teroris. Apa yang dilakukan ini bukan tindakan teror. Ini adalah ibadah, ini perintah Allah yang wajib.”
Menurut pengakuan Sofyan, ia bersama Dulmatin tinggal selama sebulan di Aceh. Kemudian berkeliling ke semua wilayah Aceh untuk mengumpulkan faksi-faksi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) disana untuk jihad. Kita cari orang GAM yang mau bertempur kembali. Ternyata, banyak yang bergabung. Ada yang berasal dari pesantren, mantan-mantan GAM, juga ada dan banyak dari beberapa elemen.
Mengenai Medan, Sumatera Utara. Menurutnya, mereka itu adalah ikhwan-ikhwan lulusan camp Tandzim Al Qaeda Serambi Mekkah. Aksi di Medan itu adalah bagian dari ikhwan-ikhwan kita yang lulusan latihan perjuangan (camp pelatihan kemiliteran teroris) di Aceh. “Saya pernah melatih sampai 100 orang awal 2009 dan kesempatan lain pernah melatih sampai 67 orang. Ini cukup banyak. Orangnya berbeda-beda.”
Dikatakan Sofyan, kalau yang 16 (tersangka teroris Medan) sudah ditangkap, itu mungkin bagian kecil saja. karena belum tertangkap semua. Dan bisa jadi lebih banyak lagi karena ini program lintas tandzim. Berbagai kelompok-kelompok jihad yang akhirnya membentuk Al Qaeda untuk wilayah Indonesia. ”Saya tidak tahu siapa yang (jadi) pemimpin saat ini. Karena saya sudah di dalam sel tahanan. Kata Polisi yang memegang peranan Abu Tholut. Tapi kita kan enggak tahu juga, Kalau terakhir ada pengerebekan, ada Abu Tholut.
Sofyan Tsauri tidak tahu apakah Abu Bakar Basyir (ABB) terlibat program ini. Tetapi menurut teman-teman yang lain, dia (Baasyir) ikut menyumbangkan dana. ”Saya tidak tahu, karena saya tidak pernah berhubungan dengan Ustadz Abu Bakar Baasyir. Ustad Baasyir juga tidak kenal saya.”
Kita tunggu saja, kesaksian di persidangan, apakah betul Sofyan Tsauri itu intel polisi yang disusupkan atau bukan.■